-->

Friday, November 29, 2013

Kaganga : Digitalisasi 4 Aksara Ulu Bengkulu Rampung



RBI, BENGKULU - Empat aksara ulu, Ka Ga Nga milik suku asli Provinsi Bengkulu, Lembak, Rejang, Pasemah dan Serawai, akhirnya rampung didigitalisasi oleh tim peneliti Universitas Bengkulu. Selain sudah bisa diaplikasikan dalam font (huruf) di komputer, digitalisasi ini juga tengah dirancang untuk ditransliterasi ke perangkat android di telepon seluler (ponsel).

Ketua Tim Peneliti Digitalisasi Drs. Sarwit Sarwono, M.Hum menyebutkan, rampungnya proses digitalisasi yang dimulai sejak tahun 2001 itu membuahkan aplikasi font dalam komputer minimal berbasis sistem operasi Windows XP dan memiliki aplikasi Microsoft Word. "Jadi kalau ditampilan komputer font yang biasanya kita pakai Times New Roman atau Tahoma, maka diaplikasi ini, menyajikan jenis font Ka Ga Nga. Sehingga bisa digunakan pengguna umum. 100 persen seluruh aksara ini, bisa dikatakan komplit," ujar Sarwit di ruang kerjanya, Kamis (28/11).

Saat ini, tim peneliti bersama mahasiswa Fakultas Teknik Unib, sedang menyiasati penggunaan font Ka Ga Nga di perangkat telpon pintar berbasis android. Bagaimana formulasi aplikasinya, menurut Sarwit, sedang dalam proses pengkajian dan ujicoba. "Bentuknya transliterasi atau pengalihan aksara dari suatu huruf ke jenis huruf lainya. Mediumnya melalui aplikasi ponsel untuk menulis dengan huruf Ka Ga Nga. Sampai saat ini sedang dalam proses pembuatan. Jadi kedepan, cita-citanya, huruf Ka Ga Nga, juga bisa terintegrasi di ponsel," terang Sarwit.

//Jadi Buku Ajar
Dibagian lain, Sarwit menyebutkan, selain saat ini Unib tengah mengajukan pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atas aplikasi digital Ka Ga Nga ke Kanwil Kemenkumham RI, pihaknya juga sedang merumuskan dalam bentuk buku belajar bagi siswa tingkat SMA.
"Sementara di Kabupaten Bengkulu Utara,  sudah menerapkan buku ajarnya dalam bentuk muatan lokal. Kalau di Curup, Rejang Lebong, sudah ada juga, tapi belum sesiap yang di Bengkulu Utara, yang sudah menerapkan buku ajarnya dalam bentuk muatan lokal. Mudah-mudahan kedepan, progressnya bisa lebih baik," ujar Sarwit. (jek)

Wednesday, November 20, 2013

ANTARA KANCIL DAN SUPERMAN

Kancil dan Superman, ibarat air dan minyak sulit disatukan, yang satu Indonesia punya dan yang satu lagi orang asing punya. Jikalau Superman bisa terbang dan punya kekuatan maha dahsyat untuk menghancurkan gedung-gedung bertingkat dan semua musuh takluk padanya, maka lain halnya dengan Kancil, mahkluk lemah, yang jelas tidak bisa terbang.

Kancil tidak perlu kekuatan super untuk mengalahkan musuhnya. Cerdik dan menyadari kelemahan diri adalah ciri khasnya. Dan yang pasti, kendati cuma perumpamaan dalam cerita dongeng, Kancil memang ada dan hidup di hutan-hutan tropis belantara, sedang Superman cuma rekayasa fiktif, buatan manusia dan hidup dalam dunia komik.

Mungkin samar-samar rasanya ingatan kita sewaktu kecil dahulu pernah mendengar tentang Kancil dan kecerdikannya yang mengalahkan kelicikan si Raja Hutan. Sebagian dari kita yang pernah mencicipi tradisi dongeng sebelum tidur ini, rasanya juga tidak akan lupa bagaimana cara orang tua atau nenek menceritakannya. Tiruan suara Harimau dan penghuni hutan seolah-olah membawa kita ke hutan, tempat keberadaan tokoh-tokoh dongeng tersebut. Bahkan tak jarang, rasanya belum lengkap tidur kalau belum didongengkan. Kendati mungkin ceritanya yang itu-itu saja, tapi toh kita tetap senang dan tertawa lagi saat dongeng itu diceritakan kembali.

Kisah ini seperti sebuah nostalgia lampau, belum tentu semua orang pernah mengalaminya. Mengingatnya saja mungkin sudah tak bisa sedetail dulu, sewaktu kanak-kanak, waktu TV dan komik belum melimpah. Dan sekarang dengan semakin canggihnya zaman. Desakan dari tradisi audiovisual elektronik, televisi, game, cergam, komik dan lain sebagainya, akhirnya makin meminggirkan dongeng menjadi budaya kuno dan tidak mengikuti perkembangan zaman. Disadari atau tidak ini akan menjadi polusi bagi generasi kita. Polutan ini akan menggiring generasi jauh dari nilai-nilai luhur dan jelas jauh dari komitmen untuk membangun generasi yang berkepribadian sehat, kukuh dan utuh. Kehidupan imajinasi yang sehat setiap anak negeri perlahan dan terus menerus akan dikikis dan ditumpulkan.

Secara Universal, patut kita banggakan bahwa bangsa kita sangat kaya dengan tradisi sastra lisan (oral tradition), Masing-masing wilayah memiliki ciri khas tersendiri. Propinsi kita, Bengkulu, di suku bangsa Rejang nya, tradisi sastra lisan ini ada yang dinamakan dengan ‘Berjong dan Nyambei’, di Serawai dikenal dengan ‘Berejung, Bedindin dan Andai-andai (dongeng)’dan Muko-Muko dengan 'Keba'. Dahulunya terkadang dalam setiap acara pernikahan atau adat dan bahkan dalam kehidupan sehari-hari tradisi ini masih sering dipraktekkan.

Tradisi yang diwariskan secara turun temurun ini sangat jarang atau masih belum terdokumentasikan secara baik. Ahli Berejung/Berjong biasanya adalah orang-orang yang sudah berumur lanjut. Biasanya dilakukan sembari menidurkan anak atau sedang bercengkrama dan berkumpul dengan anak-anak dirumah. Bahkan tak jarang di kalangan anak-anak, terkadang dongeng memang sengaja dipinta apabila mereka telah selesai melakukan sesuatu pekerjaan atau sebagai imbalan dari pekerjaan yang mereka lakukan. Misalnya, si Kakek minta untuk dipijit (urut) oleh cucunya dan sebagai imbalannya sang kakek harus mendongengkan satu cerita atau lebih tergantung lama atau tidaknya si anak tadi ingin memijit. Ada kehangatan dalam tradisi ini, selain efektif dalam menanamkan nilai budi pekerti dari pilosofi dongeng, dongeng juga bahkan dapat digunakan sebagai alat yang efektif untuk menanamkan nilai-nilai lingkungan. Ringkasnya, dari kesemuanya itu, pada prinsipnya menggariskan satu hal yaitu bahwa peran komunikasi dalam penginternalisasian nilai-nilai tradisi budaya, pengetahuan dan budi pekerti mutlak dilakukan, demi untuk menjaga generasi dari lupa dan buta identitas komunitasnya.

Dongeng adalah warisan tradisi budaya bangsa, merekam nilai-nilai luhur dan sarat dengan kearifan, kejujuran, keadilan, sejarah bangsa dan falsafah-falsafah hidup asli bangsa kita. Dongeng dulu juga sebagai budaya tanding (counter culture) terhadap dominasi kesusasteraan yang kala itu begitu berkiblat pada euphoria kehidupan istana raja-raja. Dengan dongeng hendak digambarkan bahwa kehidupan yang baik bukan hanya kehidupan yang berkiblat pada dunia lain, dunia para dewa atau raja. Kehidupan yang baik adalah kehidupan yang membumi, yang dibangun atas kesadaran harga diri dan potensi diri. Sutradara terkenal, Arswendo Atmowiloto, memandang dongeng adalah sarana ideal untuk menumbuhkan daya imajinasi anak, mendorong kreativitas dan merangsang untuk berfikir kreatif dan imajinatif. Dongeng bahkan mempunyai kekuatan untuk menanamkan (transformasi) nilai-nilai dan etika, empati dan rasa kesetiakawanan pada sesama, ungkap Dr. Murti Buranta, SS. MA, Ketua Kelompok Pecinta Bacaan Anak.

Ironis memang, meski banyak orang tua sadar akan pentingnya peran dongeng dalam membantu pengembangan kepribadian anak, kenyataan tetap menunjukkan kalau dongeng kita semakin ditinggalkan. Kesibukan dan tuntutan hidup begitu mengikat orang-orang dewasa dan akhirnya dipaksa untuk menjadi orang-orang yang ‘mati rasa’ atau kurang peka, sebab telah dipenuhi rutinitas dan fokus yang selalu menekankan pada prestasi dan keberhasilan. Selain itu harus diakui juga bahwa, di zaman yang serba canggih ini dongeng di mata anak-anak sendiri, sudah tak populer lagi. Dongeng sekarang ditangkap dalam bentuk tulisan dan gambar. Semenjak bangun hingga menjelang tidur lagi, anak-anak sekarang sudah dihadapkan dengan ‘kotak kaca’ yang menyajikan berbagai macam mata acara. Lebih visual dan auditif, tampak dan terdengar.

Fenomena ‘kotak kaca’ telah meluas dan bahkan sampai ke desa-desa terpencil. Televisi menjadi buku panduan, menjadi kitab, menjadi guru ngaji dan menjadi tauladan. Terkikisnya fungsi sosial dari dongeng dan tradisi sastra lisan yaitu, interaksi dan komunikasi dua arah yang harusnya terjadi akhirnya makin memperburuk keadaan. Anak-anak tidak lagi merasakan kehangatan, rasa dicintai, rasa diperhatikan dalam diri si anak dan hubungan dialogis dengan sumber ceritanya. Mereka disajikan dengan tayangan atau program yang terkadang justru jauh dari nilai-nilai luhur bangsa. Ragam acara yang ada justru lebih mengedepankan hiburan daripada kualitas.

Bahkan bukan cerita baru, kalau kita menyempatkan diri untuk bertanya pada anak kecil dekat rumah tentang idola jagoan mereka, maka jawabannya terkadang tak jauh dari Superman, Batman, Power Rangers, Doraemon dan lain sebagainya. Sedikit atau bahkan mungkin tidak ada yang mau mengidolakan Kancil atau Pitung. Dan lucunya lagi, sebagian anak-anak tadi bahkan tak segan-segan untuk mempraktekkan bagaimana jagoan mereka beraksi. Figur-figur hero, yang memandang hidup adalah hal sederhana, dan tak perlu kerja keras untuk menyelesaikan masalah atau asalkan kuat pasti menang, telah menjadi polutan yang mendarah daging dan jelas mengalahkan tokoh-tokoh dongeng kita. Sudah pasti Kancil dan Pitung kalah, mereka tidak bisa terbang dan punya kekuatan super yang bisa menghancurkan gedung-gedung bertingkat dan memusnahkan musuh-musuhnya. Mereka juga tidak punya kantong yang bisa minta apa saja, dengan sekali rogoh kantong maka selesai masalah dan kesulitan mereka.

Mirisnya lagi, ketika pertanyaan yang sama kita ajukan untuk anak yang lebih besar, (SMP, SMA atau bahkan Perguruan Tinggi) polutan tadi ternyata mengendap hingga remaja dan bahkan dewasa. Sangat langka rasanya ada anak muda yang mengidolakan Boedi Oetomo, R.A. Kartini, Jenderal Soedirman atau Benyamin.S. Tokoh pejuang kita pun harus tersingkir, oleh jagoan asing lainnya. Rupanya Che Guevarra ternyata lebih mampu menyulut semangat revolusi dan perjuangan para aktivis dibanding Boedi Oetomo, R.A. Kartini atau Jend.Soedirman, dan Brad Pit, Jenifer Lopez dan Britney Spears, dengan sangat berat harus diakui memang jauh lebih tampan, seksi dan macho ketimbang Benyamin.S.

Sedih dan lucunya lagi, ternyata terkadang nama tokoh dan karakter dalam serial Power Rangers rupanya lebih gampang diingat dan dihafalkan dibanding dengan tokoh-tokoh kerajaan Majapahit atau Sriwijaya, yang jelas-jelas asli Indonesia punya. Ya, setiap orang pasti punya idola dan jagoan masing-masing, penilaian dan persepsi masing-masing orang memang berbeda. Tapi persoalannya apakah kita orang Indonesia, tidak punya jagoan? Atau kenapa jagoan kita sampai tidak menjadi idola?. Bukannya menentang arus zaman atau menyalahkan idola masing-masing orang, tapi memang sepertinya dapat kita asumsikan bahwa sekarang generasi kita sedikit lupa atau mungkin sengaja dilupakan tentang cerita mereka, dalam pelajaran sejarah, dalam dongeng dan dalam penanaman nilai-nilai luhur bangsa.

Kancil memang tak sehebat Superman, Batman atau Doraemon. Tapi Kancil punya nyali dan menyadari potensi dirinya dalam menghadapi kesulitan yang menghadangnya. Kancil tidak pernah meminta belas kasih dan ia juga tidak pernah bermimpi untuk menyelesaikan masalah dengan jalan pintas dan cepat selesai. Kancil bisa jadi lebih hebat dan lebih pintar dari Superman. Kancil juga tidak pernah merusak hutan dan bahkan dia tau cara pakai baju yang tepat, tidak seperti Superman yang ‘underwear- nya’ diluar. Kancil harus hidup disetiap kepala anak negeri.

Lalu, maukah kita melahirkan kancil-kancil ini?, membangun negeri bersama nilai-nilai luhur. Memilih pemimpin kancil yang peduli dengan rakyat sekitarnya. Dan sudikah kita mendongengkan anak-anak kita sebelum tidur?. Bukankah dongeng bukan perbuatan dosa atau memalukan.

Kumpulan buku dongeng sudah banyak, koran-koran pun sudah ada yang membuat ruang khusus untuk anak, dongeng pun ada disana. Tinggal dibacakan, jikalau memang referensi dongeng yang jadi kendala. Institusi pendidikan dan sekolahan sudah selayaknya memperkaya taman bacanya dengan cerita dongeng, sejarah asli atau biografi pahlawan Indonesia secara lebih massif dan kemudian membedahnya menjadi topic diskusi. Bengkulu pun juga harus memiliki kumpulan dongeng atau cerita sejarah asli orang Bengkulu dan kemudian didistribusikan pada masyarakat, sekolah dan daerah-daerah. Bukankah rasanya sejarah Pasar minggu saja kita tidak punya, padahal sebentar lagi akan hilang dan jadi Mega Mall. Yang pasti orang Bengkulu atau orang Indonesia harus tahu dengan nilai-nilai luhur bangsanya. Sebelum orang-orang makin lupa buta identitasnya dan sebelum ini menjadi budaya .

Hary Siswoyo (Botjek)

Monday, November 18, 2013

KONFLIK TNKS, WARGA NGAKU SIAP TEMPUR



Sebanyak 9 orang perwakilan kepala keluarga (KK) yang mengelola lahan kebun di wilayah Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) wilayah kecamatan Pinang Belapis, Senin (18/11) sekitar pukul 14.30 WIB mendatangi DPRD Lebong perwakilan Kepala keluarga tersebut dalam rangka mengadukan nasib mereka terkait lahan TNKS yang sampai saat ini menjadi mata pencaharian mereka sehari-hari dan sudah turun menurun dari nenek  moyang mereka. 

Menurut pengakuan warga yang diterima langsung DPRD Lebong Azman May Dolan dan anggota dewan lainnya, sejak tahun 60-an hutan tersebut sudah digunakan nenek moyang mereka untuk bercocok tanam. Sementara baru pada tahun 90-an Pemerintah menetapkan dan memasang patok TNKS pada kawasan hutan tersebut tanpa musyawarah dan izin dari warga.

Bahkan warga hingga sekarang masih memiliki bukti semacam izin pengelolaan yang dikeluarkan oleh kepala marga pada tahun 1960. “Kami sejak tahun 60-an menempati dan mengelola wilayah hutan di Desa Tambang Sawah Kecamatan Pinang Belapis. Sedangkan TNKS sendiri ditetapkan tahun 90-an, sekrang malah kami yang mau diusir dari sana,”kata Rusta (61) warga Desa Tambang Sawah Kecamatan Pinang Belapis. 

Sementara itu, Wando (32) warga kelurahan Amen Kecamatan Amen menyampaikan kepada dewan, keresahan warga muncul sejak satu minggu belakangan diman pihak TNKS melakukan penanaman di lokasi kebun yang dikelola 100 kk (Kepala Keluarga) warga dari berbagai wilayah di Kabupaten Lebong. Hal ini menyusul surat pemberitahuan dari TNKS yang diberikan kepada warga pada 14 Juni 2013 lalu.
Untuk itulah, lanjut Wando pihaknya mengumpulkan tanda tangan dan penolakan dari 100 KK yang mengelola lahan yang dikatakan masuk dalam TNKS tersebut. “Kalau pihak TNKS tetap memaksa dan mengusir kami dari lahan perkebunan warga tersebut, kita siap ‘TEMPUR’ alias melawan. Makanya kedatangan kami ke dewan ini juga untuk minta hak-hak kami diperjuangkan dan lahan yang kami kelola dikembalikan lagi menjadi lahan Marga, bukan wilayah TNKS,” imbuh Wando.

Menanggapi aspirasi warga yang datang, ketua DPRD Lebong Azman May Dolan berjanji akan menampung dan memperjuangkan aspirasi masyarakat yang sudah disampaikan kepada mereka.” Kita akan segera berkoordinasi dengan pihak Pemerintah Daerah dan TNKS, jangan sampai masalah ini menimbulkan dampak yang negative. Kita berharap masalah ini bias diselesaikan dengan kepala dingin,” demikian Dolan.(dtk)
// Rakyat Bengkulu

PETISI UNTUK SANG PRESIDEN; SIKAPI PUTUSAN MK No. 35 TENTANG HUTAN ADAT, PEMUDA ADAT BENGKULU KUMPULKAN TANDA TANGAN


Barisan Pemuda adat Nusantara (BPAN) Bengkulu melakukan pengumpulan tanda tangan untuk mendesak pemerintah segera melaksankan putusan Mahkamah Konstitusi No. 35 dan mengesahkan UU Masyarakat Adat. Pembuatan petisi ini dilakukan mengingat sejak putusan MK no. 35/PUU-X/2012 tentang hutan adat ditetapkan belum ada upaya nyata dari pemerintah untuk melaksanakan putusan MK tersebut.

Pemerintah melaui kementerian kehutanan malah mengeluarkan surat edaran No SE 1/Menhut-II/2013 tentang putusan Mahkamah Konstitusi tanggal 16 Mei 2013 yang ditujukan kepada Gubernur, Bupati/walikota dan kepala dinas kehutanan seluruh Indonesia. Dalam surat edaran tersebut menteri kehutanan menegaskan bahwa penetapan kawasan hutan adat tetap berada pada menteri kehutanan. Penetapan tersebut dilakukan bila masyarakat adat telah ditetapkan terlebih dahulu oleh pemerintah daerah melalui peraturan daerah. 

Dengan demikian, proses yang harus dilalui oleh masyarakat adat untuk mengelola hutan adat masih sangat panjang. Tahap pertama adalah mendorong pengakuan pemerintah daerah atas eksistensi masyarakat adat dan kemudian mendorong penetapan menteri kehutanan. Disisi lain, proses pengukuhan kawasan hutan juga terus berjalan dan konservasi hutan bagi kegiatan industri marak dilakukan.

Angga Septia, Kepala biro Advokasi AMAN Bengkulu menyatakan pembuatan petisi ini dilakukan karena lambannya pemerintah indonesia mengimplementasikan putusan MK tersebut. Pengumpulan petisi ini akan dilakukan diseluruh wilayah Bengkulu, dan nantinya petisi yang didukung oleh masyarakat adat Bengkulu, organisasi masyarakat Sipil, Media, pelajar dan mahasiswa, tokoh politik, akan dikumpulkan dengan petisi dari provinsi yang ada di Nusantara ini untuk diserahkan kepada Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono.

DORONG PENGESAHAN RUU PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT ADAT, AMAN BENGKULU LAKSANAKAN DIALOG PUBLIK



Dialog Para Pihak kembali di inisiasi oleh Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Bengkulu bekerjasama dengan Pengurus Daerah AMAN Rejang Lebong, Kegiatan yang yang dilaksanakan pada hari Sabtu (16/11/2013) bertempat di Balai Adat Kabupaten Rejang Lebong, Dialog tersebut dihadiri oleh beberapa perwakilan Komunitas Masyarakat Adat, Organisasi Kemahasiswaan, NGO, Kepolisian Rejang Lebong. 

Dialog Multi Pihak ini dimulai dengan kata sambutan dari Khairul Amin sebagai Ketua Pengurus daerah AMAN Rejang Lebong. Dalam sambutannya khairul amin menyatakan RUU Pengakuan dan dan perlindungan masyarakat adat yang saat ini sedang dibahas oleh panitia khusus DPR dan Empat Kementerian; Kementerian Kehutanan, Kementerian ESDM, kementerian dalam negeri, kementerian hukum dan Ham , harus menjadi focus perhatian lansung dari masyarakat adat. Karena kita berharap ketika RUU ini disahkan menjadi Undang-Undang kita, sebagai masyarakat adat dapat berdampak positif pada kita. Dari latar belakang inilah kita dari AMAN mengadakan dialog public ini, dan dapat memberi masukan nantinya pada  RUU ini.

Dari perwakilan pemerintah kabupaten Rejang Lebong, asisten dua bupati Rejang Lebong bapak Ir. Abi Sofyan yang mewakili Bupati Rejang Lebong yang berhalangan hadir menyatakan bahwa bila nantinya UU PPHMA ini disahkan dapat memperkuat keberadaan masyarakat adat, saat ini Kabupaten Rejang Lebong sudah memiliki Peraturan Daerah yang menyangkut masyarakat adat, dan sudah memiliki tata aturan Cempalo (Hukum adat) tapi masih lebih banyak bersifat mengatur tata hubungan antar masyarakat. Sehingga bila nantinya UU ini disahkan masyarakat adat akan lebih kuat dalam menjalankan hukum-hukum adat yang berlaku.

Ketua DPRD Rejang Lebong, Drs Darussamin M.Si ikut berharap nantinya RUU ini akan memberikan kontribusi positif kedepannya baik kepada pemerintah daerah khususnya kepada masyarakat adat yang ada dipelosok nusantara. Selanjutnya Darussamin menyatakan bahwa, dengan lahirnya Undang-undang Pengakuan dan perlindungan masyarakat adat ini nantinya semua persoalan yang dihadapi oleh masyarakat adat, dapat diselesaikan dengan mekanisme UU yang mengakui dan melindungi masyarakat adat.

Def Tri Hamri , Ketua AMAN Wilayah Bengkulu dalam presentase singkatnya menjabarkan tentang poin-poin utama yang ada didalam  RUU tersebut, Yakni: tentang Definisi masyarakat Adat, kedudukan, dan hak Masyarakat Adat, kelembagaan dan proses pengakuan hukum, tanggung jawab pemerintah serta penyelesaian sengketa. Def menambahkan bahwa dibutuhkan Komisi Nasional dan Komisi daerah sebagai lembaga independent untuk menjalankan dan mengawal UU ini selain pemerintah tentunya. Dengan adanya UU ini, kita berharap Negara Kesatuan republik Indonesia akan semakin kokoh karena tercipta harmonisasi antara Masyarakat adat dengan Negara dengan landasan keberagaman yang tertuang dalam perhormatan terhadap Kebhinekaan tunggal ika.

Kordinator PPMAN Bengkulu (Perkumpulan Pembela Masyarakat Adat Nusantara) Fitriansyah SH dalam paparannya membedah secara lebih spesifik pasal demi pasal yang ada didalam RUU PPHMA, ia menyatakan masih banyak pasal-pasal yang ada dalam RUU tersebut belum berpihak kepada masyarakat adat. Selain itu dalam daftar inventaris masalah yang diajukan oleh pemerintah dalam menanggapi RUU Inisiatif DPR ini, masih terlihat pemerintah setengah hati mengakui keberadaan masyarakat adat. 

Selanjutnya dialog public ini dilanjutkan dengan diskusi dengan peserta dialog yang dimoderatori oleh Andang Nusa Putera, dalam dikusi ini dimanfaatkan untuk menjaring masukan dari peserta dialog terhadap RUU Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat.

SAMBUT PUTUSAN MK N0. 35, PW AMAN BENGKULU LAKUKAN PELATIHAN PEMETAAN WILAYAH ADAT



Ketidakpastian wilayah masyarakat adat telah menjadi persoalan yang menonjol dalam pengelolaan ruang hidup. Merebak sengketa terbuka atas ruang antara masyarakat yang tinggal diwilayah tersebut dengan pihak luar dimulai oleh adanya kebijakan penataan ruang yang tidak memperhatikan hak-hak masyarakat adat komunitas yang hidup di wilayah yang mereka diami secara turun temurun. 


Konflik social dan bencana alam bisa saja terjadi dengan dimulai oleh kebijakan penataan ruang yang menepikan hak-hak masyarakat serta daya dukung alam. Dari persoalan tersebut PW AMAN Bengkulu mengadakan pelatihan Fasilitator Pemetaan wilayah adat dengan metode partisifatif untuk memfasilitasi beberapa orang perwakilan dari komunitas-komunitas Masyarakat Adat.

Pelatihan pemetaan Partisipatif yang dilakukan oleh PW AMAN Bengkulu bertempat diselupu rejang wilayah adat Kayu manis kabupaten Rejang Lebong pada tanggal 05 s/d 11 November 2013. Pelatihan pemetaan wilayah adat ini diikuti oleh perwakilan pemuda Adat Kabupaten kaur, Pemuda Adat Kabupaten Seluma, Pemuda Adat Lebong dan pemuda adat Rejang Lebong. 

Dalam pelatihan ini, pemuda adat mendapatkan pengetahuan langkah-langkah untuk melakukan pemetaan wilayah adat, memahami penggunaan alat-alat pemetaan, pengambilan data dan pengelolaan data spasial. Hadir yoga saeful rizal dari PB AMAN dan Ketua UKP3 (Unit Kerja Pelayanan Pemetaan Partisipatif) AMAN Bengkulu Rahudino sebagai fasilitator pelatihan pemetaan. 

Rahudino menjelaskan bahwa tujuan dari pelatihan Pemetaan Partisipatif wilayah adat ini mempersiapkan Masyarakat adat untuk mengimplementasikan hasil putusan MK No.35/PUU-X/2012 yang menyatakan hutan adat dikeluarkan dari hutan negara, melalui pelatihan pemetaan  wilayah adat dimaksudkan mendapatkan pemuda-pemudi adat yang mampu memahami dan melakukan pemetaan wilayah adat, sehingga kita sebagai organisasi masyarakat adat dapat membantu pemerintah indonesia untuk mengidentifikasi dan memetakan wilayah adat sesuai dengan amanah konstitusi kita. harapan kita kedepannya pemuda-pemudi adat ini akan mampu menjadi fasilitator pemetaan di Bengkulu, mengingat banyak sekali usulan pemetaan dari masyarakat adat yang menginginkan wilayah adatnya untuk dipetakan.


Dalam pelatihan pemetaan ini juga, pemuda-pemuda adat lansung praktek dilapangan, melakukan pengambilan titik kordinat untuk memetakan wilayah adat Kayu manis Selupu Rejang berdasarkan peta sketsa adat yang dibuat oleh tetua-tetua adat kayu manis Selupu Rejang dalam musyawarah adat. Petakan wilayah adatmu sebelum dipetakan oleh orang lain tutup Rahudino.