-->

Monday, September 30, 2013

Konferensi Para Advokat Masyarakat Adat se-Nusantara melahirkan Deklarasi Sassa’



Luwu Utara, Lagaligopos.com – Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tana Luwu kembali menjadi tuan rumah pada pelaksanaan Konferensi Pertama para Advokat Masyarakat Adat se-Nusantara yang diselenggarakan di Komunitas Adat To Manurung Limolang – Desa Sassa, Kec. Baebunta Kab. Luwu Utara (25-27/09/2013).  
Konferensi yang  dibuka secara resmi oleh Wakil Bupati Luwu Utara Hj. Indah Putri Indriani, Melahirkan beberapa keputusan strategis terkait upaya perlindungan hukum bagi  Masyarakat Adat di seluruh Indonesia (Nusantara), dan keputusan – keputusan tersebut  dituangkan dalam sebuah Deklarasi yang dinamakan Deklarasi Sassa’. Dan salah satu agenda penting yang dihasilkan dari Konferensi tersebut adalah adalah terbentuknya sebuah Organisasi sayap AMAN yang bernama Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN) dengan memilih  Muallimin, SH yang berasal dari Sumatera Selatan sebagai Direktur Eksekutif Pengurus Nasional PPMAN.
Selain dihadiri oleh para pengacara Masyarakat Adat yang berasal dari 20 Provinsi, kegiatan tersebut juga dihadiri langsung oleh Ketua Dewan AMAN Nasional  yang juga merupakan Bupati Halmahera Utara Ir. Hein Namotemo, MSP, Sekertaris Dewan AMAN Nasional  Isjaya Kaladen, Dewan AMAN Region Sulawesi Rukmini Toheke dan  Deputi II PB AMAN Mina Susana Setra.
Kegiatan yang berlangsung selama dua hari tersebut kemudian ditutup secara resmi oleh Sekertaris Dewan AMAN Nasional Isjaya Kaladen. (Abr)

Thursday, September 26, 2013

Ritual Adat Tahunan Masyarakat Adat Pulau Enggano


Pulau Enggano secara administrative merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Bengkulu Utara. Secara geografis Pulau Enggano terletak 102.15’.25” Bujur Timur dan 05.17’.31” Lintang Selatan, Panjang dan Lebar kurang lebih 40 x 17 KM.  Pulau Enggano dikelilingi oleh Pulau-Pulau Kecil, seperti Pulau Dua- Pulau Merbau, Pulau Bangkai, Pulau satu .

Enggano memiliki 5 suku asli dan 1 suku pendatang, yang dipimpin masing-masing oleh kepala suku. Suku kauno dipimpin oleh Malik Kauno, suku Kaahua dipimpin Marlinsus Edison Kaahua, suku kaitora dipimpin oleh Rafli Zen Kaitora, suku kaarubi dipimpin Aripin Kaarubi, suku Kaaruba dipimpin Zulkifli Kaaruba dan suku Kamay dipimpin oleh Syamsudin. Masyarakat adat Pulau Enggano berjumlah 874 KK, 3157 jiwa yang tersebar di desa Banjar Sari, Meok, Apoho, Malakoni, Kaana dan Kahyapu.

Masyarakat Adat Enggano memiliki batasan wilayah adat jelas antara suku yang satu dengan suku yang lainnya, kami menyebutnya Kaudar/kampong.  Diperkirakan sejak tahun 1781, Setiap suku yang ada di Pulau Enggano melaksanakan ritual adatnya di masing-masing kaudar. Pada tahun 1889 ketika Portugis dan Belanda mulai masuk kewilayah adat Enggano, masyarakat adat Enggano yang mendiami wilayah perbukitan  mulai turun kedaerah pesisir pantai Pulau Enggano.

Masyarakat adat Enggano sampai sekarang masih berpegang teguh dengan ketentuan hukum adat yang menjadi pegangan dalam menjalankan kehidupan, baik antar sesama ataupun hubungan antara masyarakat dengan lingkungannya. Ada beberapa ritual adat yang dilakukan oleh masyarakat adat Enggano, diantaranya:
1.      Ritual adat kelahiran anak
2.      Meminang/ lamaran sampai pesta perkawinan
3.      Pembukaan hutan
4.      Masa berkabung (kematian pantang)
5.      Ritual adat tahunan
6.      Upacara pengukuhan kepala suku dan pimpinan wilayah (Ekapu Doop)

15 Agustus 2013 yang lalu, masyarakat adat Enggano melaksanakan ritual adat untuk mengetahui kemakmuran setiap tanaman perkebunan. Upacara adat masyarakat adat Enggano ini dihadiri oleh Camat Enggano, unsur perwakilan Tentara dan dari kepolisian. Ritual adat yang dilaksanakan setiap bulan Agustus diatas tanggal 13 – 15 Agustus, dikarenakan pada bulan inilah masyarakat adat mulai merekah berkebun dan menanam pada bulan terang. Leluhur masyarakat adat Enggano melaksanakan ritual adat dan berpesta disaat bulan terang,  ritual yang ditujukan untuk mengetahui wilayah adat mana yang akan lebih subur/ makmur dengan hasil panen tanaman dan dijauhi oleh hama-hama perusak tanaman.

Untuk mengetahui wilayah adat yang lebih subur, dilakukan acara ritual tarik tambang (rotan), yang dipimpin oleh kepala suku dan ditarik oleh 25 orang  disebelah barat dan Timur, apabila rotan tersebut putus maka akan dilihat dan diukur bagian mana (Barat-Timur) yang lebih panjang, dari sanalah kemakmuran tahun depan akan datang.

Selain melakukan ritual adat tahunan, masyarakat adat Enggano juga melakukan upacara adat pengukuhan Ekapu Dop (pimpinan Wilayah) yang dipercayakan kepada Camat Enggano, pengukuhan Ekapu Dop di maksudkan untuk memberikan mandat kepada camat sebagai kepala administrative pemerintah di Pulau Enggano untuk ikut serta dalam membangun masyarakat adat Enggano yang berdaulat, mandiri dan bermartabat.***//

Wednesday, September 18, 2013

Sosialisasi Putusan MK NO 35/PUU-X/2012 Pengurus Daerah AMAN Enggano


Pulau Enggano, 15 Agustus 2013. Pengurus Daerah Aliansi Masrarakat Adat Nusantara Enggano mengadakan sosialisasi putusan MK NO 35/PUU-X/2012, dalam kegiatan sosialisasi ini dihadiri oleh 64 peserta diantaranya para kepala suku, ketua pintu suku, tokoh adat dan pa’buki (ketua lembaga adat enggano), pemerintah kecamatan Enggano serta kapolsek Pulau Enggano.

Dalam kata sambutan ketua PD Aman Enggano M. Rafli Zein Kaitora beliau menyampaikan, dengan ditetapkannya putusan MK No 35/PUU-X/2012 tentang kehutanan maka kita sebagai masyarakat adat harus lebih siap untuk melaksanakan putusan tersebut, diantaranya mulai memasang plang (patok) hutan adat ditanah adat masing-masing,” tutur beliau.

“ saya berharap dengan adanya putusan MK ini segaralah memasang plang di wilayah adat khususnya di Pulau Enggano ini, kami berharap segala masalah yang masih dapat diselesaikan secara adat selalu diselesaikan dengan baik,” ucap Kapolsek Enggano dalam kata sambutannya.

Kepala suku dan masyarakat adat Pulau Enggano akan serentak memasang patok dimulai dari tanah Eks PT. EDP yang akan dikoordinasikan oleh EKAAPU DOOP (camat Engggano), masyarakat sepakat menolak wacana Menteri Kehutanan yang akan menjadikan Enggano sebagai hutan konservasi dan menyerahkan sepenuhnya masalah pemetaan wilayah adat kepada Pengurus Daerah AMAN Enggano .

Acara sosialisasi ini ditutup oleh Pa’buki (ketua adat Enggano) yang sekaligus menjabat sebagai ketua Badan Pengurus Harian AMAN Daerah Enggano, “dengan keberhasilan AMAN memperjuangkan hak-hak masyarakat adat, mari kita bersama melaksanakan putusan MK tersebut dan mari bersama sama kita menjaga kebersamaan kita untuk melaksanakan tugas selaku masyarakat adat di Pulau Enggano ini, masyarakat memiliki hak penuh untuk mengelolah wilayah adat yang rentan diserobot oleh perusahaan perkebunan dan pertambangan,” ungkap Rafli.

Tuesday, September 17, 2013

DPRD PROPINSI DUKUNG PEMINDAHAN PATOK TNKS

Anggota DPRD propinsi Bengkulu Muslihan DS yang juga mantan bupati Rejang Lebong ditahun 1990-an mendukung dilakukannya pemindahan tapal batas Tanam Nasional kerinci Sebelat (TNKS) di wilayah Lebong. Tapal batas TNKS ini diharapkan bisa kembali ke titik BW yang ditetapkan pemerintah Belanda pada tahun 1927. Karena sejak ditetapkannya kawasan TNKS, patok tapal batas tersebut ada yang berada dibelakang rumah warga maupun pemukiman warga.

“kita di DPRD propinsi sangat mendukung dilakukannya kembali penataan patok tapal batas TNKS, karena saat ini ada patok yang berada persis dibelakang rumah warga terutama di wilayah Kabupaten Lebong. Kita sendiri di DPRD provinsi berupaya untuk memperjuangkan agar patok TNKS tersebut ditata ulanga dengan mengajukan revisi ke Kementerian Kehuhtanan RI. Pemindahan patok ini ditentukan pusat di awal-awal penetapan TNKS,” ungkap Muslihan.

Ditambahkan, upaya untuk merevisi wilayah TNKS ini harus juga dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Lebong bersama dengan DPRD Lebong.

Selain peninjauan ulang tapal batas TNKS, Muslihan juga mendukung upaya dari pemerintah Kabupaten Lebong untuk membuka keterisoliran Lebong dengan membukanya jalan tembus ke Kabupaten Merangin Provinsi Jambi dan Kabupaten Musi Rawas Sumatera selatan.

“untuk pembukaan jalan tersebut kita sangat setuju hal ini buka saja membuka keterisoliran Lebong tapi juga akan berdampak pada peningkatan perekonomian Bengkulu secara keseluruhan, kita dikomisi I DPRD propinsi mendorong untuk pembukaan jalan ini, jadi kita usahakan secepatnya. Jika tetap tidak bisa diajukan ke Kementerian Kehutanan untuk megajukan pinjam pakai lahan untuk dibangun jalan. Jadi harus ada proaktif dari pemerintah daerah dengan membawa bukti-bukti pendukung agar keinginan kita dikabulkan,” pungkas Muslihan.

sumber : Bengkulu Ekspress

DESAKAN PENGESAHAN PERDA ADAT REJANG

Desakan agar disahkannya Raperda Adat segera disahkan DPRD Lebong terus mengalir dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Daerah Tanah Rejang, kali ini desakan datang dari Yayasan Akar Bengkulu Raperda tersebut telah diajukan Badan Musyawarah Adat (BMA) Lebong ke Badan Legislatif DPRD. Deputi Direktur Yayasan AKAR Bengkulu, Sugian Bahanan kepada wartawan mengatakan pihaknya secara umum ikut mendorong pengakuan hak-hak adat seperti yang dilakukan oleh BMA Kabupaten Lebong saat ini.

Termasuk mendorong RUU Pengakuan dan Perlindungan Hak Masyarakat Adat untuk disahkan di DPR pusat. Raperda yang diajukan terkait adat diantaranya Raperda Lembaga Adat, Raperda Pemberlakuan Hukum Adat dan Raperda Kaganga.Menurut Sugian, pengakuan lembaga adat maupun pemberlakuan hukum adat memangharus secara komprehensif atau menyeluruh. Serta menyangkut seluruh aspek kehidupan.Untuk itu, perlu adanya legalitas lembaga masyarakat adat dan legalitas pemberlakuan hukum adatnya. Sebab, suku bangsa Rejang yang mendiami wilayah Kabupaten Lebong, Rejang Lebong, Kepahiyang, Bengkulu Utara, dan beberapa daerah di Provinsi Bengkulu memiliki system pemerintahan tradisional yang dikenal dengan Kutai (Kutei).

“Pada dasarnya kita sangat mendukung jika Raperda adat tersebut segara disahkan.Sebab inisiatif pengakuan Hukum Adat yang dituangkan dalam Raperda yang diajukan oleh Pemkab Lebong merupakan langkah maju bagi usaha pengakuan Hak Institusi Adat,” kata Sugian.

Selain itu , Akar yang beberapa waktu lalu memfasilitasi pelaksanaan konsultasi public dengan para pemangku kebijakan dan elemen masyarakat yang ada di Kabupaten Lebong, menganggap jika hasil dari diskusi dan adu argumen yang disampaikan peserta konsultasi public saat itu,

Pihaknya mendorong segera pengesahan Raperda Hukum Adat yang sekarang masih dalam pembahasan di Badan Legislasi DPRD. “Serta masih banyak lagi rekomendasi yang dihasilkan dalam konsultasi publik yang kita laksanakan tersebut.Bahkan, rencananya dalam waktu dekat ini kita kembali akan memfasilitasi pelaksanaan konsultasi publik yang lebih besar lagi,” pungkas Sugian.

Perlu Moratorium Pertambangan Untuk Amankan Pangan Bengkulu



PemerintahProvinsi Bengkulu perlu menetapkan moratorium pertambangan untuk mengamankan pangan, kata Pengurus Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Bengkulu, Def Tri Hamri.

"Tata ruang yang perlu ditegak kan, karena percuma memperluas sawah kalau izin kuasa pertambangan baru terus diterbitkan," katanya di Bengkulu.

Ia mengatakan hal itu terkait rencana Pemprov Bengkulu untuk meningkat kan produksi padi melalui program ketahanan pangan.

Peningkatan produksi padi hingga 1 juta ton masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Pemerintah Provinsi Bengkulu 2010-2015.

Def menilai program tersebut tidak akan berjalan efektif. Selain perlunya menerapkan moratorium pertambangan, pemerintah juga perlu melibatkan masyarakat secara langsung.

"Masyarakat masih dianggap sebagai objek.Ini merupakan paradigm pembangunan gaya lama," kata Ketua Badan Pengurusan Harian Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Bengkulu ini.

Program cetak sawah atau perluasan sawah, pembangunan irigasi dan beberapa program lain dengan usulan anggaran sebesar Rp84,1 miliar merupakan sebuah kontra diksi kebijakan.

Sebab, moratorium pertambangan dan perkebunan atau perluasan lahan perkebunan yang sering kali menyingkirkan masyarakatadat, menjadi kunci efektifnya program tersebut.

"Selama konflik pertambangan dan perkebunan masih terjadi, maka program cetak sawah dan yang lain tidak akan efektif," katanya.

Kemudian yang lebih penting, lanjut dia, perlunya kebijakan yang sinkron antara provinsi dan kabupaten/kota.

Penegakan tata ruang Provinsi Bengkulu yang baik akan menjamin keberhasilan sector pangan dan sebaliknya.

"Misal pengalihan fungsi lahan tetap dilakukan pemerintah kabupaten, maka perluasan lahan sawah menjadi sia-sia," ujarnya.

Menurutnya, seecara nasional total lahan sawah seluas 8,1 juta hectare atau lebih kecil dari luas lahan perkebunan sawit yang mencapai 8,6 juta hektare.

"Padahal bila dikonversi, pendapatan Negara jauh lebih menguntungkan lahan sawah daripada perkebunan sawit," ujarnya.

Pemprov Bengkulu menjadikan program ketahanan pangan di sector pertanian menjadi salah satu prioritas dalam RPJMD.

KepalaBappedaProvinsi Bengkulu Edy Waluyo mengatakan usulan penambahan anggaran pada sector pertanian dengan lima program antara lain perbaikan irigasi dan cetak sawah baru sebesar Rp84,1 miliar dalam APBD 2013. (ANT)

sumber : Antara Bengkulu




Rakyat Penunggu Sambut Delegasi Peserta Konferensi Global Pemetaan Wilayah Adat



Menyambut para peserta Nasional dan Internasional konferensi global pemetaan wilayah adat. dari Nasional hadir para utusan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara dari Pengurus Besar, Pengurus Wilayah seperti dari Sumatera Utara, TanoBatak, Bengkulu, Jawa Bagian Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, TanaLuwu, Kalimantan Barat, Papua dan Maluku.

Konferensi juga dihadiri utusan pemerintah seperti UKP4, Badan Informasi Geospasial, Dari NGO hadir Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif, Qbar, Samdhana, Kemitraan, PPSDAK, ID dan diliput oleh media dalam dan luar negeri.

Selain utusan pemerintah hadir utusan dari World Bank, MCC dan beberapa lembaga UN yang memiliki komitmen dan mandate untuk pengakuan, perlindungan.dan pemenuhan atas hak-hak Masyarakat adat.

Para peserta tiba tanggal 24 Agustus 2013, lewat bandara Kuala Namu yang baru satu bula selesai dibangun diatas wilayah adat Rakyat Penunggu Kampung Paluh Sibaji tersebut tanpa melalui proses negosiasi (perundingan) atau FPIC.

Hadirnya para utusan dari Negara Philipina, Nepal, Vietnam, Malaysia, USA, United Kingdom, Italy, Brazil, Panama, Kenya, Gambia Bolivia, Mexico, New Zealand, Netherland membuat geger aparat pemerintah dan warga Kabupaten Deli Serdang yang belum pernah dikunjungi oleh utusan masyarakat adat secara global.

Konferensi Global Pemetaan Wilayah Adat akan berlangsung dari tanggal 25-28 agustus 2013 di Tuk-tuk, Samosir, Propinsi Sumatera Utara, dimana Aliansi Masyarakat Adat Nusantara dan Tebtebba bertindak sebagai penyelenggara.

Sebelum para peserta berangkat kelokasi konferensi, peserta terlebih dahulu mengunjungi kampong Rakyat Penunggu yaitu Kampung Tanjung Mulia yang telah mendapatkan keputusan Mahkamah Agung sebagai pengakuan dan perlindungan atas tanah adat Rakyat Penunggu.

Harun Nuh yang merupakan Ketua Umum BPRPI dan Ketua Pelaksana Harian AMAN Sumut bersama pimpinan dan warga Rakyat Penunggu Kampong Tanjung Mulia menyambut para delegasi konferensi, HarunNuh yang maju sebagai calon bupati Deli Serdang periode 2014-2019 melalui jalur Independen memberikan kata sambutan dan kesaksian sejarah perjuangan Rakyat Penunggu sejak tahun 1953, kesaksian perjuangan memenangkan meja hijau (proses pengadilan) atas konflik tanah adat Rakyat Penunggu melawan PTPN II sebagai perusahaan Negara yang merampas dan menguasai tanah adat Rakyat Penunggu selama puluhan tahun dan pada akhirnya atas putusan Mahkamah Agung tersebut memenangkan Rakyat Penunggu Kampong Tanjung Mulia sebagai pewaris tanah adatnya.

Tepat Pukul 14.00 Harun Nuh melepas seluruh delegasi berangkat menuju Tuk-tuk Pulau Samosir yang akan mengikuti konferensi Global Pemetaan Wilayah Adat.*** Arifin Monang Saleh

Monday, September 16, 2013

29 komunitas adat Bengkulu konflik soal hutan


Pengurus Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) wilayah Bengkulu menyebutkan sebanyak 29 komunitas adat di daerah itu mengalami konflik bidang kehutanan.

"Ada 29 komunitas adat yang berkonflik dengan sektor kehutanan sebab sebagian besar kawasan hutan baik berupa taman Nasional, hutan lindung dan hutan produksi adalah hutan adat," kata Ketua AMAN wilayah Bengkulu Def Tri.

Ia mengatakan keputusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan uji materi sebagian pasal Undang-undang nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, terutama tentang hutan adat telah memunculkan titik terang bagi masyarakat adat.

Sejumlah konflik tersebut antara lain dialami komunitas adat Bermani Ulu yang berkonflik dengan kawasan Hutan Lindung Bukit Daun dan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS).

Komunitas adat Jurukalang di Kabupaten Lebong berkonflik dengan kawasan Hutan Lindung Rimbo Pengadang dan TNKS, komunitas adat Selupu Lebong yang berada di kawasan Hutan Produksi Bukit Resam.

Komunitas adat Selupu Rejang berkonflik dengan kawasan TNKS, komunitas adat Lembak dengan Cagar Alam Dusun Besar di Kota Bengkulu. Ada juga komunitas adat Lembak Beliti di perbatasan TNKS, dan Hutan Lindung Bukit Sanggul.

Selanjutnya komunitas adat Suku Tengah Kepungut yang juga mengalami konflik dengan kawasan Hutan Lindung Bukit Sanggul dan TNKS, suku Lembak Kelingi selama ini dianggap memasuki kawasan Taman Wisata Alam Bukit Kaba dan TNKS.

"Komunitas adat Semende Banding Agung dituduh memasuki kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, padahal jauh sebelum hutan ditetapkan masyarakat adat sudah mendiami kawasan itu," katanya.

700 Warga Masih Kuasai TNBBS

KOTA BINTUHAN – KPU Kaur diminta kembali mendirikan dua Tempat Pemilihan Suara (TPS) di Dusun Lame dan Dusun Pulau Tengah, Kecamatan Maje. Sebab, sampai kini warga masih banyak bertahan di kawasan terlarang untuk dijadikan pemukiman tersebut. Wilayah ini masuk dalam kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS).

Terkait dengan Pemilu 2014, KPU Kaur diminta kembali membuat TPS di wilayah itu. Anggota DPRD Kaur Dapil III Drs Arjun Tahuri mengatakan pihaknya akan kembali meminta KPU mendata ulang warga di dusun tersebut. Selanjutnya menetapkan kembali dua TPS di lokasi itu. Alasannya, sampai saat ini masyarakat yang berada di dusun tersebut masih banyak.

“Saya minta KPU Kaur untuk kembali meninjau ulang TPS yang ada di Dusun Lame. Walaupun daerah tersebut terlarang, namun tidak dapat kita pungkiri masih ada 700 kepala keluarga yang tinggal di sana sampai saat ini. Mereka mempunyai hak untuk memilih pada Pemilu 2014 dan Pilpres nanti,”.

Tidak hanya itu, Arjun juga meminta agar KPU Kaur tidak tinggal diam terkait hal ini. Seandainya di lokasi tersebut tidak ada TPS, maka akan banyak warga Kaur yang tidak akan mencoblos pada Pemilu 2014. “Kita hanya mengingatkan, karena pada pemilu sebelumnya dua daerah tersebut ada TPS yang disediakan oleh KPU. Hal ini sudah saya sampaikan ke Ketua KPU Kaur untuk ditindak lanjuti,” pungkas politisi Golkar itu.

sumber : Harian Rakyat Bengkulu

Sunday, September 15, 2013

Rapat Pengurus Wilayah AMAN Bengkulu

Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Bengkulu




Dalam Anggaran Dasar AMAN didalam Pasal 33 Ayat 2 disebutkan 

"Rapat Pengurus Wilayah diselenggarakan sekurang-kurangnya sekali dalam 1 (satu) tahun"


Pada hari Sabtu,14 September 2013 Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Bengkulu mengadakan Rapat Pengurus Wilayah yang ke II (dua) dimasa kepengurusan Def Tri, RPW dimulai pada pukul 9.00 WIB yang dihadiri oleh DAMANWIL dan Ketua Pengurus Daerah AMAN Kaur dan Ketua Pengurus Daerah AMAN Tanah Rejang.

Banyak hal yang dibahas diantaranya, melakukan evaluasi berkala atas penyelenggaraan organisasi dan pelaksanaan program-program kerja AMAN serta melakukan perbaikan-perbaikan yang diperlukan, mengusulkan dan melakukan verifikasi calon anggota baru untuk disampaikan dalam Rapat Pengurus Besar (RPB), persiapan Dialog Rancangan Undang-Undang Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat, Pelatihan Community Organizer (CO), Advokasi, Jurnalistik, Pelatihan Keuangan AMAN Bengkulu dan pemetaan partisipatif wilayah adat komunitas anggota AMAN Bengkulu.

Dalam kata sambutan dari ketua Pengurus Wilayah beliau menyampaikan “Melalui rapat ini saya berharap akan ada perbaikan dan usulan untuk kami khususnya yang berada dikepengurusan AMAN Wilayah, dalam berorganisasi memiliki tantangan tersendiri, tanpa adanya dukungan dari teman-teman Dewan AMAN Wilayah dan Pengurus Daerah, kami (pengurus wilayah) sangat susah untuk menjalankan agenda-agenda kerja yang akan kita jalankan, saya tidak melihat keterbatasan kapasitas dari komunitas, saya malah melihat kemampuan mengembangkan diri dari komunitas yang belum maksimal saja,”.

Dari ketua AMAN Daerah Kaur Amrin mengusulkan untuk segera bekerja sama dengan pihak pemerintah daerah untuk membuat PERDA Adat, dan dari Dewan Aman Wilayah Khairul beliau juga selaku pendiri Aman bengkulu menegaskan, selaku organsisasi yang besar yang terdiri dari Pengurus Wilayah ditingkat Propinsi dan Pengurus Daerah ditingkat Kabupaten. Pengurus daerah juga harus mempunyai kantor (rumah Aman deerah) tempat aktifitas Pengurus Daerah bekerja, dan ketika ada kegiatan didaerah teman-teman dari wilayah tidak akan menumpang lagi dirumah-rumah warga dan ketika kita (aman daerah) sudah memiliki kantor setidaknya posisi tawar kita akan bertambah.

Dalam beberapa bulan terahir kepengurusan AMAN Wilayah Bengkulu terlihat nyata kemajuannya, telah terselesaikannya beberapa agenda diantaranya pembentukan 2 (dua) Pengurus Daerah Aman Tanah Rejang dan Pengurus Daerah Aman Kaur, serta kembali aktifnya pendiri-pendiri AMAN di Propinsi Bengkulu yang dahulu sempat vakum dari kepengurusan baik di Wilayah maupun di Daerah, walaupun beberapa dari mereka tidak sempat hadir pada RPW kali ini karena berbagai halangan.

Rapat pengurus wilayah berahir pukul 16.00 wib, ditutup Ketuan BPH Aman Bengkulu “masih banyak pekerjaan rumah bukan saja bagi BPH, Damanwil tapi juga komunitas anggota. Saya harap seluruh yang hadir dirapat ini dapat membawa, membagi hasil rapat ini kepada kawan-kawan kita dikampung lainnya dan melalui pertemuan ini harapan saya agar nantinya kita bisa menambah jumlah kepengurusan Aman Daerah,” tutur Def tri.